Sunday, August 11, 2013

[pelaut] Risalah sidang perkara nomor 50/PUU-XI/2013 tanggal sidang 23 juli 2013

 

Copy paste dari aslinya:

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
---------------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 50/PUU-XI/2013
PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004
TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN
TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA
MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI
PEMOHON DAN PEMERINTAH
(IV)
J A K A R T A
SELASA, 23 JULI 2013
i
MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
--------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 50/PUU-XI/2013
PERIHAL
Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri [Pasal 10 huruf b, Pasal 58
ayat (2), Pasal 59, dan Pasal 60] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
PEMOHON
1. Arni Aryani Suherlan Odo
2. Siti Masitoh binti Obih Ading
3. Ai Lasmini binti Enu Wiharja
ACARA
Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (IV)
Selasa, 23 Juli 2013, Pukul 11.00 – 11.56 WIB
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI,
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat
SUSUNAN PERSIDANGAN
1) M. Akil Mochtar (Ketua)
2) Achmad Sodiki (Anggota)
3) Maria Farida Indrati (Anggota)
4) Muhammad Alim (Anggota)
5) Hamdan Zoelva (Anggota)
6) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota)
7) Arief Hidayat (Anggota)
8) Anwar Usman (Anggota)
9) Harjono (Anggota)
Mardian Wibowo Panitera Pengganti
ii
Pihak yang Hadir:
A. Kuasa Hukum Pemohon:
1. Janses E. Sihaloho
2. Anton Febrianto
3. R. Andi Wijaya
4. Doan M.P. Siagian
B. Ahli dari Pemohon:
1. Sri Palupi
C. Pemerintah:
1. Budiman
2. Reni Mursidayanti
3. Radita Aji
4. Eric Adityansyah
5. Tri Rahmanto
6. Liana
7. Dodi
8. Diar Riga
D. Pihak Terkait:
1. Teguh Hendro Cahyono
1
1. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Sidang dalam Perkara Nomor 50/PUU-XI/2013 Pengujian Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap Undang-Undang Dasar
1945, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.
Saudara Pemohon, silakan siapa yang hadir hari ini?
2. KUASA HUKUM PEMOHON: JANSES E. SIHALOHO
Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Yang hadir pada kesempatan
Yang Mulia adalah Kuasa Hukum saya sendiri Janses E. Sihaloho, R. Andi
Wijaya, Anton Febrianto, dan Doan M.P. Siagian. Kami juga
menghadirkan 1 orang ahli, Yang Mulia. Ibu Sri Palupi, Yang Mulia.
Terima kasih.
3. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Oke. Pemerintah?
4. PEMERINTAH: BUDIMAN
Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.
Selamat siang, kami dari Pemerintah khususnya dari Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Saya sendiri Budiman, sebelah kiri saya
ada Reni … Ibu Reni Mursidayanti, sebelahnya lagi adalah Pak Diar Riga,
terus di belakang ada Pak Yusuf dan Rima Pratiwi. Terus sebelah kanan
saya dari Kementerian Hukum dan HAM itu Radita Aji, Eric Adityansyah,
Tri Rahmanto, Ibu Liana, dan Pak Dodi. Demikian, Yang Mulia.
5. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Baik. Hari ini juga hadir Pihak Terkait dari Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Deputi Bidang
Perlindungan. Hadir, ya?
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.00 WIB
KETUK PALU 3X
2
6. PIHAK TERKAIT: TEGUH HENDRO CAHYONO
Assalamualaikum wr. wb, Yang Mulia. Saya Teguh Hendro
Cahyono, Direktur Mediasi dan Advokasi (suara tidak terdengar jelas)
Penelitian dan Perlindungan BNP2TKI mewakili dari BNP2TKI yang
kebetulan pimpinan sedang ada tugas.
7. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Oke.
8. PIHAK TERKAIT: TEGUH HENDRO CAHYONO
Terima kasih.
9. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Jadi karena masih ada saksi dan ada Pihak Terkait, kita dengar
dulu Pihak Terkait, ya? Saya persilakan Saudara Pihak Terkait, apa akan
memberikan keterangan? Tertulis sudah disiapkan?
10. PIHAK TERKAIT: TEGUH HENDRO CAHYONO
Tidak. Saya memberikan keterangan secara lisan saja karena saya
baru mengikuti kali ini untuk substansi yang akan ditanyakan oleh Pihak
(suara tidak terdengar jelas). Terima kasih.
11. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Jadi Saudara kan sudah dipanggil, harusnya bisa menjawab
secara tertulsi kalau sidang … Silakan gunakan mimbar.
12. PIHAK TERKAIT: TEGUH HENDRO CAHYONO
Baik.
13. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Memberikan keterangan dulu, lisan, nanti keterangan tertulisnya
menyusul. Silakan.
14. PIHAK TERKAIT: TEGUH HENDRO CAHYONO
Terima kasih, Yang Mulia.
3
15. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Pakai mimbar, Pak.
16. PIHAK TERKAIT: TEGUH HENDRO CAHYONO
Baik.
Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Yang Mulia dan Hadirin
sekalian. Terkait dengan perlindungan TKI ke luar negeri, kami
sampaikan bahwa pertama, pekerja adalah hak dari warga negara yang
menjadi kewajiban Pemerintah untuk menyelenggarakan atau
menfasilitasinya. Oleh karena itu, maka bekerja ke luar negeri sudah
difasilitasi dengan regulasi yang bernama Undang-Undang Nomor 39
tahun 2004. Di dalam undang-undang itu diatur terutama adalah
bagaimana filosofi perlindungan bagi TKI khususnya, kemudian diatur
dengan mekanisme yang ada bagi penempatan dan perlindungan bagi
TKI ke luar negeri. Yang ketiga adalah siapa-siapa saja pelaksana
penempatan TKI ke luar negeri. Yang keempat khususnya adalah
perlindungan bagi TKI yang akan bekerja maupun yang sedang maupun
telah pulang ke ke luar negeri. Dan yang kelima, khususnya adalah halhal
lain yang terkait dengan penempatan dan perlindungan yaitu
misalnya bagaimana jika ada pelanggaran, siapa yang mengawasi dan
ketentuan-ketentuan lain.
Terkait dengan perlindungan ini, Bapak Hakim dan Hadirin
sekalian di sini, Yang Mulia. Kami sampaikan bahwa pada prinsipnya
perlindungan diberikan oleh Pemerintah atau penyelenggaran yang
menempatkan dan melindungi TKI ke luar negeri dengan berbagai cara,
baik dengan cara administratif maupun secara teknis. Di dalam
administratif, kita tahu ada beberapa dokumen dan ketentuan
persyaratan yang diupayakan untuk memberikan perlindungan optimal
kepada TKI. Sementara dari sisi teknis, kita tahu juga ada langkahlangkah
kegiatan termasuk juga mekanisme dan ketentuan-ketentuan
yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada para TKI.
Mengenai pelaksana penempatan atau mekanisme penempatan,
kita tahu bahwa di dalam Undang-Undang 39 Tahun 2004 dicakupkan
ada 4 jenis. Yang pertama, penempatan yang dilakukan oleh Pemerintah
melalui skema G2G dan J2ME.
Yang kedua, penempatan yang dilaksanakan oleh 1 institusi atau
lembaga yang mendapatkan lisensi atau kewenangan untuk
menempatkan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yaitu
yang disebut sebagai PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta).
Yang ketiga, skema yang dapat diberikan kepada 1 perusahaan
yang menempatkan pekerjanya untuk kepentingan sendiri ke luar negeri
melalui izin tertulis yang diberikan oleh menteri. Yang keempat adalah
4
pola penempatan secara perseorangan, artinya penempatan untuk
dirinya sendiri. Jadi tidak dilaksanakan oleh pelaksana penempatan.
Demikian gambaran singkat mengenai penempatan dan
perlindungan TKI yang dapat saya sampaikan, Yang Mulia. Terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
17. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Silakan duduk.
Berikutnya kita akan mendengar keterangan ahli dari Pemohon,
Saudari Sri Palupi. Silakan ke depan untuk diambil sumpahnya. Disumpah
terlebih dahulu maju ke depan. Saudari agamanya Katolik?
18. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI
Ikuti lafal janji yang saya ucapkan.
"Saya berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang
sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong
saya." Terima kasih.
19. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Saya berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang
sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
20. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Ya, silakan duduk. Silakan Saudara langsung mempergunakan
mimbar untuk memberikan keterangan atau keahlian Saudara kanan juga
boleh itu, jauh-jauh ke kiri.
21. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Baik. Yang terhormat Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
dan Para Hakim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi dan salam
sejahtera untuk semua.
22. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Petugas, miknya itu!
23. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Pada hari ini, saya, Sri Palupi peneliti dari Institute for Ecosoc
Rights diminta untuk memberikan kesaksian terkait perbaikan
5
permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang diajukan oleh Saudari Arni
Aryani Suherlan Odo, dan kawan-kawan.
Institute for Ecosoc Rights adalah lembaga yang fokus pada kerjakerja
riset dan pendidikan untuk hak ekonomi, sosial, budaya bagi
masyarakat marginal, termasuk di dalamnya adalah tenaga kerja
Indonesia.
Sebagai peneliti pada Institute for Ecosoc Rights, kami telah
melakukan berbagai kajian dan riset terkait persoalan TKI sejak tahun
2004 dan saya pribadi sebagai peneliti telah menekuni persoalan TKI
melalui kajian dan riset di lapangan sejak tahun 2002.
Salah satu kajian yang saya lakukan adalah kajian terhadap
substansi perlindungan TKI dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri. Migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri penting untuk
mendapatkan perhatian terutama oleh Mahkamah Konstitusi mengingat
liberalisasi ekonomi, terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri, dan
proses pemiskinan di pedesaan telah mendorong semakin banyaknya
warga negara RI yang mencari pekerjaan di negara lain. Setiap tahun
sediktinya 450.000 warga RI meninggalkan keluarganya untuk bekerja ke
luar negeri sebagai TKI dari jumlah tersebut mayoritas adalah
perempuan. Namun peningkatan migrasi TKI ke luar negeri tidak
didukung oleh sistem pelayanan migrasi kerja dan perlindungan yang
memadai. Tidak heran kalau setiap tahun sedikitnya 25.000 TKI
mengalami masalah.
Pada tanggal 18 Oktober 2004, Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan dan mensahkan rancangan Undang-Undang Penempatan
dan Perlindungan TKI di Luar Negeri menjadi Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri. Namun bila ditinjau dari substansinya undangundang
tersebut sangat tidak memadai bagi terwujudnya perlindungan
efektif bagi para TKI sebab undang-undnag tersebut lebih banyak
mengatur soal bisnis penempatan TKI dari pada mengatur soal
perlindungan hukum bagi para TKI yang bekerja di luar negeri.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 terdiri dari 16 bab, dan
109 pasal, dan dari jumlah tersebut sebagian besar atau 61% memuat
aturan terkait bisnis penempatan TKI. Hanya 7% saja dari substansi
undang-undang tersebut yang bicara tentang perlindungan TKI. Dari
aspek substansi, undang-undang tersebut memberikan penekanan pada
pengaturan dan pengelolaan bisnis penempatan TKI ke luar negeri.
Sudah lama persoalan-persoalan ini saya tulis di media nasional
dan sudah lama juga masyarakat sipil mempersoalkan keberadaan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 ini dan berharap undang-undang
ini segera direvisi secara menyeluruh. Dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang6
Undang Nomor 39 Tahun 2004 ditegaskan bahwa perlindungan TKI
adalah tanggung jawab negara. Namun di sisi lain, kewajiban dalam hal
perlindungan TKI banyak diserahkan pada pihak swasta yaitu PJTKI.
Dalam undang-undang disebut sebagai pelaksana penempatan tenaga
kerja Indonesia swasta.
PJTKI atau PPTKIS bertanggungjawab di dalam undang-undang
ini mulai dari pemberian informasi, perekrutan, pengurusan dokumen,
pendidikan atau pelatihan, pengurusan perjanjian kerja dan
perubahannya, perpanjangan perjanjian kerja, pengurusan asuransi,
melaporkan kedatangan TKI, menyelidiki kematian TKI bahkan di luar
negeri, mengurus hak-hak TKI sampai pemulangan TKI.
Hasil kajian kami terhadap pelaksanaan kewajiban PPTKIS
menunjukkan PPTKIS tidak menjalankan sebagian besar dari tanggung
jawab yang diamanatkan oleh undang-undang Nomor 39 Tahun 2004.
Tanggung jawab perlindungan terhadap TKI banyak diserahkan
kepada PPTKIS. Sementara, amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 terkait pengawasan terhadap kegiatan penempatan dan
perlindungan oleh PPTKIS cenderung bersifat pasif. Pemerintah lebih
banyak menunggu laporan dari PPTKIS. PPTKIS harus melaporkan
kepada Pemerintah sebelum melakukan kegiatan pemberian informasi
kepada calon TKI. Bila PPTKIS tidak melapor, Pemerintah tidak tahu
kegiatan rekrutmen yang sudah mereka lakukan. Berapa banyak korban
yang sudah di-traffic atau dibawa ke tempat lain.
Hasil studi kami menunjukkan, lebih dari 80% TKI yang dikirim ke
luar negeri tanpa sepengetahuan Pemerintah setempat. Pemerintah
menunggu laporan PPTKIS yang memberangkatkan TKI ke luar negeri.
Sehingga ketika PPTKIS tidak melapor, Pemerintah juga tidak tahu
berapa warga yang dikirim ke luar negeri dan di mana saja mereka
bekerja. Tidaklah mungkin melindungi warganya bila Pemerintah sendiri
tidak tahu berapa jumlah orang yang bekerja di luar negeri dan di mana
saja mereka berada. Begitu sering kita mendengar, Pemerintah baru
mengetahui persoalan ketika TKI sudah menjadi korban. Bahkan ketika
TKI sudah divonis hukuman mati, baru Pemerintah mengetahui.
Lemahnya sistem pengawasan, berdampak pada lemahnya
perlindungan hukum terhadap TKI. Selain lemahnya sistem pengawasan,
sistem sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan PPTKIS juga sangat
lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Terkait dengan pasal-pasal yang
diajukan oleh Para Pemohon untuk diuji marterial, yaitu Pasal 10 huruf b,
Pasal 58 ayat (2), Pasal 59 dan Pasal 60 saya sampaikan hasil kajian saya
sebagai berikut.
Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
dinyatakan bahwa pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri terdiri dari
Pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta. Dengan pasal ini
maka warga yang hendak bekerja ke luar negeri tidak punya pilihan lain
selain melalui PPTKIS, termasuk TKI yang bekerja di sektor domestik.
7
Kita tahu bahwa sektor domestik adalah sektor yang rentan terhadap
pelanggaran HAM dan semestinya penempatan TKI di sektor ini dilakukan
oleh Pemerintah melalui mekanisme G to G. Namun yang terjadi,
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tidak mengatur perlindungan
khusus bagi TKI di sektor domestik yang jelas membutuhkan
perlindungan khusus.
Yang terjadi justru sebaliknya, penempatan TKI di sektor formal
yang relatif terlindungi dilakukan melalui mekanisme G to G justru
dilakukan oleh Pemerintah. Sementara penempatan TKI di sektor
domestik yang rentan terhadap pelanggaran HAM justru diserahkan
kepada PPTKIS, ini sangat terbalik. Jadi tidak heran kalau begitu banyak
kasus-kasus yang dialami TKI di sektor domestik karena di sektor ini
Pemerintah lepas dari tanggung jawab.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menutup peluang bagi
TKI yang hendak bekerja secara mandiri tanpa melalui PPTKIS. Ini
mengandaikan, undang-undang ini mengandaikan bahwa bekerja secara
aman adalah melalui PPTKIS. Padahal data menunjukkan korban
perdagangan orang yang tercatat oleh International Organization of
Migrant sepanjang tahun 2005-2009 menunjukkan bahwa dari 3.541
korban perdagangan manusia, mayoritas atau 67,24% direkrut oleh
PPTKIS resmi. Dari kajian kami terhadap 513 buruh migran Indonesia
yang meninggal di Malaysia tahun 2008. Mayoritas atau 87,1% adalah
TKI yang berdokumen yang dikirim oleh PPTKIS.
Artinya apa? Dengan ini jelas, bahwa menyerahkan penempatan
TKI khususnya untuk sektor domestik pada PPTKIS bertentangan dengan
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di depan hukum.
Pasal 58 ayat (2) menyatakan bahwa pengurusan perpanjangan
perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab PPTKIS.
Ini bertentangan dengan pasal sebelumnya yaitu Pasal 57 yang memberi
peluang bagi TKI untuk memperpanjang perjanjian kerjanya. Sementara
Pasal 60 menyatakan bahwa TKI yang melakukan perjanjian kerja sendiri
harus menanggung sendiri risiko yang muncul.
Apa artinya ini? Artinya adalah bahwa Pasal 57, Pasal 58, dan
Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 jelas membuka peluang
untuk tidak terwujudnya kepastian hukum. Sebab Pasal 58 dan Pasal 60
membuka peluang bagi adanya penafsiran bahwa perpanjangan
perjanjian kerja yang dilakukan sendiri oleh TKI adalah tidak sah.
Selain itu, dengan menyerahkan tanggung jawab perpanjangan
kerja kepada PPTKIS, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 juga
membuka peluang eksploitasi TKI oleh PPTKIS dan menghilangkan hak
TKI untuk bekerja pada majikan yang sama. Sebab dengan menyerahkan
perpanjangan perjanjian kerja oleh PPTKIS, berarti TKI akan dikenakan
8
kembali biaya tambahan oleh PPTKIS melalui pemotongan gaji, sama
seperti ketika TKI bekerja untuk pertama kalinya.
Pasal 59 menyatakan bahwa TKI yang telah berakhir perjanjian
kerjanya dan akan memperpanjang perjanjian kerja, TKI yang
bersangkutan harus pulang terlebih dahulu ke Indonesia. Pasal ini tidak
bisa dilepaskan dengan Pasal 58 dan Pasal 60. Pasal 59 ini
menghilangkan hak TKI untuk memilih tetap bekerja pada majikan yang
sama tanpa harus pulang terlebih dahulu. Dengan mewajibkan TKI
pulang sebelum memperpanjang perjanjian kerja, maka hak TKI untuk
bekerja pada majikan yang sama, potensial untuk dihilangkan.
Sebab untuk kembali bekerja, TKI yang bersangkutan harus
datang kembali ke PPTKIS yang memberangkatkannya. Ini berarti TKI
harus kembali membayar biaya perekrutan pada PPTKIS yang
memberangkatkannya melalui potongan gaji dan membayar biaya
asuransi.
Sampai sekarang, persoalan ini terus terjadi berlarut-larut. TKI
terhambat untuk kembali bekerja pada majikan yang sama karena ada
aturan-aturan yang menghambat mereka, termasuk aturan tentang
KTKLN. Padahal, apabila TKI yang bersangkutan tidak harus pulang,
maka TKI tersebut bisa tetap bekerja pada majikan yang sama. Dan
bahkan, dia punya bargaining power dengan majikan karena majikan
sudah bergantung pada dia. Padahal, apabila TKI yang bersangkutan
tidak harus pulang, maka TKI tersebut bisa tetap bekerja pada majikan
yang sama tanpa harus membayar biaya perekrutan pada PPTKIS.
Harusnya, TKI tetap punya hak untuk memilih, apakah akan kembali
terlebih dahulu atau tidak, sebelum memperpanjang perjanjian kerjanya.
Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 jelas bertentangan dengan Pasal
27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, "Yang menjamin hak
warga atas pekerjaan dan penghidupan yang layak."
Substansi Pasal 10, Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 semakin
menunjukkan lemahnya sistem perlindungan bagi TKI yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. Pemerintah lebih banyak
menyerahkan urusan perlindungan pada PPTKIS. Substansi undangundang
didasarkan pada cara pandang atau paradigma bahwa bekerja di
luar negeri secara aman adalah bekerja melalui PPTKIS. Pemerintah
cenderung abai terhadap kenyataan bahwa PPTKIS adalah lembaga
bisnis yang orientasinya adalah mendapatkan keuntungan sebesarbesarnya.
Dengan menyerahkan perlindungan TKI pada PPTKIS, bisa
dipahami kalau kondisi migrasi TKI ke luar negeri ditandai oleh tingginya
proporsi TKI yang direkrut secara tidak sah, dan menjadi TKI ilegal, atau
tak berdokumen. Tingginya kasus kekerasan dan pelanggaran hak TKI
sebagai perkerja karena de facto TKI yang bekerja di luar negeri tanpa
perlindungan pihak mana pun.
9
Pemerintah lebih banyak menyerahkan urusan perlindungan TKI
pada PPTKIS, sementara banyak tanggung jawab PPTKIS yang tidak
dijalankan.
Demikian, yang bisa saya sampaikan terkait dengan persoalan
perlindungan TKI yang substansinya termuat di dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar
Negeri. Terima kasih.
24. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Oke. Silakan duduk.
25. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Satu lagi, ada beberapa kajian yang kami buat, yang bisa kami
serahkan.
26. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Ya, nanti disampaikan kepada petugas ya hasil kajiannya. Berapa
buku? Ada empat buku. Silakan (suara tidak terdengar jelas).
Baik. Saudara Pemohon, ada hal yang di … mau diperdalam atau
cukup keterangan ini?
27. KUASA HUKUM PEMOHON: JANSES E. SIHALOHO
Ada, Yang Mulia.
28. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Ya, silakan.
29. KUASA HUKUM PEMOHON: JANSES E. SIHALOHO
Terima kasih. Saudara Ahli, ya. Saudara Ahli tadi menjelaskan
bahwa di Pasal 10 itu pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri terdiri
dari Pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta ya, di situ di
Pasal 10 ya? Tapi, Ahli tadi menjelaskan bahwa mayoritas adalah
dilakukan oleh PPTKIS. Pertanyaan saya adalah sejauh pengetahuan Ahli,
apakah ada TKI yang merupakan pelaksanaan … hasil … hasil
penempatan dari Pemerintah? Itu yang pertama.
Nah, terus yang kedua, menurut Ahli, apakah Pemerintah dalam
hal ini Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri, atau … dan
BNP2TKI mempunyai kemampuan untuk melakukan penempatan TKI
tanpa adanya PPTKIS … eh, Pelaksanaan Penempatan TKI Swasta.
10
Selanjutnya, ada beberapa alasan bahwa yang menjadi alasan TKI
untuk kembali ke Indonesia adalah termasuk pengurusan dokumen dan
sebagainya, termasuk visa. Apakah menurut Ahli, itu tidak bisa dilakukan
oleh Pemerintah? Tanpa harus kembali ke Indonesia. Terima kasih.
30. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Ya, silakan dijawab tiga pertanyaan.
31. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Baik, terkait dengan penempatan TKI keluar negeri yang selama
ini dijalankan adalah yang pertama oleh Pemerintah itu terkait dengan
penempatan TKI melalui mekanisme G2G. Misalnya di Korea, sebelumnya
di Jepang, itu yang dilakukan oleh sekarang oleh BNP2TKI.
Nah, sementara mayoritas TKI kita itu bekerja di sektor domestik,
dan ironisnya justru TKI yang bekerja di sektor domestik, itu oleh
Pemerintah justru diserahkan pelaksanaanya kepada PPTKIS. Nah, ini
yang menjadi persoalan mengapa kita selalu menghadapi kasus-kasus
pelanggaran HAM, bahkan hukuman mati dan kematian karena persoalan
ini. Harusnya justru yang rentan, terhadap pelanggaran HAM Itu justru
harus dipegang oleh Pemerintah, dan harus melalui mekanisme G2G,
tapi itu tidak terjadi. Jadi itu yang sebenarnya sudah lama diusulkan oleh
masyarakat sipil. Bahwa Pemerintah harus mengambil alih, penempatan
TKI di sektor domestik, bukan oleh pihak swasta, bukan oleh pihak
PPTKIS, tetapi oleh Pemerintah, melalui mekanisme G2G.
Kemudian yang kedua, soal apakah harus pulang terlebih dahulu
itu tidak ada solusi? Saya kira harusnya pasal ini mengatakan bahwa TKI
dapat … setelah perpanjang, setelah kontrak kerja selesai dapat kembali
ke Indonesia, sebelum memperpanjang. Artinya apa? Ada peluang untuk
TKI, bagi TKI untuk memilih apakah dia akan memperpanjang langsung,
ataukah dia akan pulang dahulu.
Pulang dahulu ini terkait dengan persoalan rumah tangga, terkait
dengan persoalan anak, terkait dengan persoalan suami, tetapi bagi TKITKI
yang punya pilihan, yang lajang, itu punya pilihan untuk tidak harus
kembali. Mengapa tidak harus kembali? Ada beberapa keuntungan yang
diperoleh oleh TKI. Yang pertama, dia bekerja di majikan yang sama
yang kalau dia sudah dua tahun bekerja, itu majikan begitu bergantung
pada dia, dan dia punya bargaining position. Terkait dengan persoalan
gaji, terkait dengan persoalan libur, terkait dengan perbaikan kondisi
kerja. Dan ini yang … peluang yang bisa didapat oleh TKI. Kalau dia
pulang kembali, maka aturan di Indonesia tidak memberi ruang yang
cukup bagi TKI untuk melakukan kontrak mandiri.
Akhirnya apa? Dia harus bekerja kembali ke luar negeri melalui
PPTKIS yang dahulu memberangkatkannya. Artinya dia harus membayar
11
kembali uang penempatan termasuk asuransi, dan dia harus dipotong
kembali gajinya. Nah ini yang memberatkan bagi … bagi TKI. Dia
kehilangan kesempatan kerja yang lebih baik, dia kehilangan peluang gaji
yang lebih baik karena dia harus kembali dipaksa karena undang-undang
menyatakan mereka harus kembali setelah kontrak kerja selesai.
Jadi, seharusnya ada peluang, tidak harus wajib tetapi TKI dapat
pulang kembali ke Indonesia, setelah kontrak kerja selesai. Artinya dapat,
berarti dia bisa memilih apakah pulang terlebih dahulu atau tidak.
32. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Ya. Soal kemampuan Pemerintah menghilangkan PP, eh anu
PJTKI?
33. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Saya kira kemampuan Pemerintah, di sini sudah ada badan …
sudah ada badan yang sebenarnya di dalam … yang dimandatkan dalam
undang-undang ini adalah sebagai pelaksana juga, pelaksana
penempatan TKI, saya kira kemampuan Pemerintah itu … Pemerintah
mampu karena Pemerintah punya aparat mulai dari tingkat desa sampai
ke tingkat nasional. Justru ini yang harusnya dengan situasi, situasi
kondisi kerja di luar negeri yang justru semakin memburuk, maka sudah
saatnya Pemerintah juga punya posisi tawar terhadap negara tujuan,
negara tujuan TKI. Dengan mengambil alih kembali penempatan TKI.
Terutama paling tidak, terutama di sektor domestik. Karena di sektor
formal, itu relatif lebih … TKI relatif lebih terlindungi sehingga ini bisa
diserahkan kepada sektor swasta. Tetapi, justru sektor-sektor yang
rentan, terhadap …. terhadap apa namanya … pelanggaran HAM, itu
harus diambil alih kembali oleh Pemerintah.
Saya kira Pemerintah punya kemampuan untuk itu. Dan yang
kedua, kalau kita lihat kualitas sumber daya manusia kita masih sangat
rendah. Mayoritas masih SMP ke bawah dan dengan kualitas sumber
daya yang masih rendah, maka peluang kerja tetap akan … ke depan,
tetap akan di sektor domestik.
Selama tidak ada perubahan dalam sistem perlindungan, maka
kita akan tetap dihadapkan pada situasi pelanggaran TKI yang terus
menerus. Mulai dari kematian, hukuman mati sampai kekerasan ...
bentuk-bentuk kekerasan yang lain dan ini TKI adalah representasi dari
kedaulatan negara dan juga representasi dari negara di luar negeri
sekarang ini adalah TKI.
Kalau negara tidak mengurus dengan baik, tidak melindungi
dengan baik, tidak membangun sistem perlindungan yang lebih efektif,
maka posisi Indonesia di luar negeri akan tetap direndahkan.
12
34. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Oke, cukup, ya. Pemerintah ada hal yang mau di dalami atau
cukup? Cukup, ya? Dari meja Hakim juga. Pak Achmad Sodiki dulu,
silakan Pak.
35. HAKIM ANGGOTA: ACHMAD SODIKI
Ada kasus bahwa seorang TKI karena di dalam Pasal 57 itu
disebutkan bahwa perjanjian kerja sebagaimana Pasal 56 ayat (1) dapat
dilakukan oleh TKI yang bersangkutan atau melalui pelaksana
penempatan TKI swasta.
Dalam kasus ini, dia kemudian merasa tidak ada perlindungan
karena sama sekali tidak ada semacam uluran tangan dari swasta yang
mengirim itu sendiri. Ini apakah perlindungan itu tidak ada disebabkan
karena dia sendiri yang harus mengurus? Ya walaupun ada bantuan, ya.
Apakah memang karena tidak adanya pengetahuan dari TKI itu sendiri
tentang bagaimana mengurus perpanjangan itu sendiri? Karena saya pikir
bahwa itu hal yang sebetulnya simpel, tapi juga tidak simpel untuk
orang-orang yang setaraf pendidikannya oleh para TKI itu sendiri.
Ini pertanyaan saya, apakah dengan demikian maka ... padahal
sesungguhnya di dalam perpanjangan itu sendiri, itu Pemerintah juga
wajib mendapat persetujuan dari pejabat berwenangan dari perwakilan
republik Indonesia di negara tujuan itu sendiri. Nah, uluran tangan ini
bagi Ahli apa memang belum cukup untuk memberikan suatu
perlindungan bagi TKI itu sendiri ketika ia memilih bahwa dia
memperpanjang itu sendiri, sekalipun perpanjangan ini harus mendapat
persetujuan dari perwakilan di republik negara tujuan tersebut. Itu
pertanyaan saya.
36. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Yang kedua Pak Harjono, silakan. Dicatat dulu, nanti dijawab.
37. HAKIM ANGGOTA: HARJONO
Terima kasih, Pak Ketua. Saya tanya pada Ahli. Kalau kita bicara
sektor domestik nih, itu yang menjadi concern dari Ahli untuk mendapat
perlindungan. Barangkali kita bisa melihat bagaimana Filipina, bagaimana
Thailand, dan saya kira Bangladesh, itulah yang kita lihat sebagai sources
sumber-sumber tenaga kerja sektor domestik.
Karena sebagai peneliti, apakah sudah mendapatkan
perbandingan bagaimana Filipina, Thailand, dan Bangladesh dalam
sektor-sektor domestik itu memberikan perlindungan, katakan saja, yang
lebih baik dari kita? Itu masalahnya.
13
Yang kedua adalah kalau kemudian Pemerintah nanti mengambil
alih, apakah ini tidak menjadi satu persoalan? Karena bagaimana pun
juga saya kira meskipun itu tenaga kerja, itu juga ada marketnya. Market
itu tentu juga berkaitan dengan berapa yang harus dibayar oleh majikan.
Kalau marketnya itu katanya memang sektornya domestiknya, ya, lalu
ada batas-batas tertinggi berapa yang bisa dipasarkan market, lalu
mempengaruhi biaya itu kemudian pendidikan sektor domestik yang kita
masuk itu menjadi sektor yang lebih mahal katakan saja, dari Filipina,
dari Thailand, atau dari Bangladesh. Ada perkiraan itu, enggak menurut
Ahli? Terima kasih.
38. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Silakan dijawab? Oh, masih ada satu lagi, Pak Hamdan dan ada
Pak Arief juga. Cukup banyak yang mau bertanya, silakan, Pak Hamdan.
39. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA
Ya, saya mau mempertajam tadi, ya. Pemerintah tadi, apakah
yang Saudara maksud itu seluruhnya dilakukan oleh Pemerintah dari
rekrutmen pengiriman, penempatan, dan seluruh itu dilakukan oleh
Pemerintah? Atau Pemerintah lebih menunjukkan tanggung jawabnya,
terutama dalam kontrak standar? Kontrak standar yang harus terus
diawasi dan dilindungi oleh Pemerintah. Dalam hubungan G2G, sudah
ada Pemerintah membuat suatu standar yang tidak boleh dilanggar dan
itulah menjadi batas-batas perlindungan oleh Pemerintah terhadap
tenaga kerja yang bersangkutan. Apa itu atau memang seluruhnya?
Nah, itu tadi. Kalau seluruhnya itu apa mungkin, kan bisa jutaan
tenaga kerja kita di luar negeri khususnya yang domestik. Saya enggak
tahu apa sampai 1 juta apa? Tapi itu suatu beban yang sangat besar
sekali ya. Atau tadi bahwa Pemerintah peran dan tanggung jawabnya
lebih diperbesar. Akan tetapi, PJTKI ini hanya pelaksana semata-mata.
Tapi, aspek perlindungan dan yang lain, termasuk kontrak standar
dengan negara-negara penerima itu sudah standar oleh Pemerintah, atau
itu yang dimaksud? Terima kasih.
40. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Berikutnya, Pak Arief Hidayat.
41. HAKIM ANGGOTA: ARIEF HIDAYAT
Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saudara Ahli, sudah
disinggung sedikit oleh Yang Mulia Hakim Dr. Hamdan Zoelva. Berkenaan
dengan peran negara di era global sekarang itu, ada teori ya, semula itu
14
kan konsepsinya adalah konsepsi welfare state, sehingga peran negara
itu begitu sentral dalam mewujudkan kesejahteraan dan termasuk di
dalamnya adalah kesejahteraan lahir batin itu termasuk perlindungan
pada warga negaranya. Kalau negara itu di era global dengan persaingan
yang demikian tajam itu mempunyai peran dan tanggung jawab yang
besar sebagaimana sebelum masuk era global di abad 21, itu masih
dibebani termasuk usulan Ahli tadi, ini harus dikembalikan peran negara
itu harus besara, optimal, begini.
Nah, padahal ada teori yang mengatakan dalam rangka era global
dengan persaingan yang sangat tajam, itu peran negara harus sedikit
dikurangi, peran negara diminimalisir. Inilah yang kemudian terkenal
dengan konsep devolusi, konsep desentralisasi, berikanlah peran pada
unit-unit yang bisa dikerjakan sendiri oleh sektor swasta atau sektor
daerah, bukan oleh Pemerintah, dalam pengertian Pemerintah pusat.
Nah, kalau tadi usulannya kembali memperbesar peran negara,
apakah tadi nanti tidak akan sangat membebani negara ini kemudian
menjadikan negara ini yang akan disibukkan negara ini saja? Untuk
sektor-sektor yang lain yang penting dalam rangka bersaing di era global
malah ketinggalan? Nanti kita menjadi negara yang tertinggal, gitu.
Gimana ini, ada keseimbangan antara peran negara dan bagaimana
negara itu mampu untuk menjadikan negara ini besar, mampu bersaing
dan survived di era global? Nah, ini bagaimana menurut Ahli?
Berkaitan dengan tadi juga Yang Mulia Dr. Harjono itu
mengatakan benchmarking apakah ada studi yang sudah dilakukan oleh
Ahli terhadap masalah ini yang dilakukan yang itu tadi yang menonjol
Filipina, Pakistan, Vietnam, Bangladesh, itu kan apakah ya … itu jelas
menjadikan kita berpikir ya, kembali Pemerintah optimalkan tapi sektor
lain itu terabaikan karena selalu terbebani masalah ini atau bagaimana?
Terima kasih.
42. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Silakan Saudara Ahli menjawab.
43. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Baik. Terima kasih untuk pertanyaan-pertanyaannya. Yang
pertama tadi soal kontrak mandiri di Pasal 57, saya kira Pasal 57 itu tidak
bisa dijalankan karena pasal … dihadang oleh pasal berikutnya yang
mengatakan bahwa kalau perpanjangan kerja itu menjadi tugas atau
tanggung jawabnya PPTKIS.
Kemudian yang kedua, kalaupun pekerja atau TKI itu
memperpanjang sendiri perjanjian kerjanya, maka dia harus menanggung
resikonya sendiri. Nah, yang jadi persoalan, Yang Mulia. Bahwa
perlindungan, konsep perlindungan di dalam Undang-Undang Nomor 39
15
Tahun 2004 itu cenderung direduksi menjadi sekedar penanganan kasus.
Padahal perlindungan itu dimulai sejak … ketika informasi tentang
bekerja di luar negeri itu diberikan, tetapi justru yang terjadi di sini
mengapa 80% persoalan TKI itu ada di dalam negeri? Karena aspekaspek
krusial di dalam perlindungan, yaitu pemberian informasi
pendidikan itu justru diserahkan kepada sektor swasta.
Hasil kajian kami mengatakan bahwa mayoritas TKI itu tidak
mendapatkan pendidikan secara benar, sebagaimana diamanatkan oleh
undang-undang ini. Sehingga terlihat kalau di dalam kasus-kasus yang
dialami oleh TKI yang menjadi hasil kajian kami adalah TKI tidak memiliki
pengetahuan, kesadaran yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri
ketika berada di luar negeri.
Dia tidak tahu bagaimana mengurus surat-surat karena seluruh
pengurusan dokumen juga dilakukan oleh PPTKIS. Bahkan perjalanan
seperti apa, mereka juga tidak tahu.
Kita bisa melihat dengan mudah ketika kita berjalan ke luar
negeri, bagaimana mereka bingung harus transit, bagaimana mereka
mengurus hal-hal yang sebenarnya sangat elementer, mereka tidak
menguasai. Dan juga kalau kita lihat bagaimana kita bandingkan dengan
… dengan para pekerja migran yang lain dari luar negeri, itu kelihatan.
Bagaimana tingkat pengetahuan dan kesadaran TKI kita tentang
perlindungan itu sangat lemah karena sejak awal di dalam proses yang
sangat krusial untuk perlindungan, mereka tidak diberikan secara baik.
Dalam hal ini, Pemerintah tidak menjalankan tanggung jawab
untuk menyiapkan TKI dengan baik karena seluruh proses persiapan itu
diserahkan kepada pihak swasta sehingga betapa pun ada instrumen
untuk perlindungan, misalnya ketika mereka memperpanjang kontrak itu
harus atas sepengetahuan pihak KBRI, pihak perwakilan di luar negeri,
tetapi bagaimana mungkin itu terjadi ketika pihak KBRI sendiri juga tidak
tahu berapa jumlah TKI yang dikirim? Di mana mereka bekerja? Artinya,
perlindungan yang dijalankan di dalam undang-undang ini adalah
perlindungan yang pasif, perlindungan yang menunggu, dan pada
akhirnya perlindungan yang sangat terlambat.
Perbandingan dengan negara lain kami sudah lakukan, salah
satunya dengan perbandingan dengan Filipina. Kalau kita lihat struktur
undang-undang perlindungan antara Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 dengan undang-undang Filipina sangat jauh berbeda.
Filipina memberikan peluang memang untuk bekerja secara
mandiri, tetapi juga Filipina memberikan peluang besar kepada sektor
swasta, tetapi apa yang dilakukan oleh Filipina? Filipina dengan sangat
tegas mengatur proses penempatan dan proses perlidungan itu dengan
baik. Kita bisa lihat perbandingan antara struktur undang-undang
Indonesia dan Filipina. Di Filipina sangat jelas, PPTKIS yang melakukan
perekrutan tidak sah itu tidak akan pernah lagi mendapatkan izin dan
mereka terkena sanksi trafficking, itu sangat berat.
16
Sementara kita, hukumannya adalah sanksi administratif dan tidak
sangat memberikan efek jera dan juga tidak ada transparansi di dalam …
kajian KPK juga mengatakan hal yang sama seperti kajian yang sudah
kami lakukan. Minim transparansi, minim akuntabilitas dalam proses
pelayanan migrasi kerja, sehingga kalau kita lihat, kalau kita datang ke
daerah-daerah, masyarakat tidak tahu mana PJTKI yang baik. Kalaupun
ada sanksi terhadap PJTKI, sanksi dicabut, bisa dengan mudah mereka
mendirikan lagi dengan nama yang baru orangnya sama.
Hasil kajian kami juga mengatakan mayoritas PJTKI, mereka tidak
… apa namanya … mayoritas PJTKI ada di Jakarta, tetapi proses
perekrutan dilakukan di daerah- di daerah, yang terjadi adalah sistem
pencaloan, dan undang-undang ini melegalkan terjadinya percaloan, itu
dengan sangat jelas.
Nah, itu yang termasuk misalnya yang kita tidak atur di dalam
undang-undang ini adalah kalau di Filipina dengan sangat jelas bahwa
pemilik PPTKIS … pemilik PJTKI atau sektor swasta harus mayoritas
harus warga negara Indonesia. Kita tidak mengatur itu di dalam undangundang
ini sehingga kajian kami juga mengatakan bahwa PJTKI
mayoritas yang beroperasi di Indonesia adalah modalnya modal asing
sehingga mereka bekerja … bayangkan, Yang Mulia, seperti di Taiwan,
TKI bekerja 24 bulan, tetapi potongan gajinya 14 bulan. Jadi siapa yang
bekerja? Siapa yang mendapatkan hasil? Itu tidak ada transparansi di
dalam pembiayaan. Meskipun Pemerintah mengatur ada tentang
pembiayaan, tetapi ada komponen-komponen yang sangat terbuka yang
memberi peluang kepada sektor swasta untuk mengambil keuntungan
sebesar-besarnya dari bisnis penempatan TKI. Dan keuntungan dari hasil
kajian kami itu 60% sampai 80% keuntungan PJTKI dari bisnis
penempatan ini. Dan karena sistem percaloan, bayangkan kalau satu
orang bisa mendapatkan satu kepala itu minimal Rp3.000.000,00 -
Rp8.000.000,00 dia sudah dapatkan tanpa melakukan apa-apa karena
sistem seperti ini.
Mengapa demikian? Mayoritas PJTKI ada di Jakarta, tetapi
melakukan perekrutan di daerah-daerah sehingga pemalsuan dokumen
itu sudah menjadi hal yang biasa di dalam bisnis ini.
Ini mengapa masyarakat sipil sudah lama mengusulkan ada
pembenahan yang menyeluruh terhadap bisnis ini. Ada pembenahan
yang menyeluruh itu ada pilihan-pilihan, Yang Mulia. Mulai dari pilihan
mengambil alih seluruhnya, terutama untuk sektor domestik karena
sektor ini sangat rentan. Terutama juga di daerah-daerah yang tidak
mempunyai undang-undang perlidungan terhadap sektor domestik,
terutama misalnya Timur Tengah, Malaysia, Singapura. Hanya Hongkong
yang punya sistem yang baik di dalam perlindungan pekerja di sektor
domestik. Tetapi di negara lain, kami sudah … dalam kajian kami, kami
merekomendasikan daerah-daerah seperti Timur Tengah, Arab Saudi,
Malaysia, itu bukan negara yang layak untuk menjadi tujuan TKI.
17
Banyak peluang … banyak peluang kerja di Eropa yang tidak
tergarap. Karena apa? Kalau kita lihat struktur PJTKI-nya, mayoritas itu
PJTKI yang ada di Timur Tengah. Bagaimana mungkin bisa membuka
peluang ke Eropa, misalnya? Sementara peluang-peluang itu sangat
besar dan para TKI kita itu sangat disenangi oleh para majikan di luar
negeri. Dan kalau kita bandingkan antara sumbangan yang diberikan TKI
kepada negara dan pelayanan yang mereka terima itu sangat tidak
sesuai.
Negara banyak mengambil untung dari TKI. Ini yang tidak fair.
Sementara kalau kita bandingkan dengan negara lain, mengapa Filipina
misalnya, bisa memberikan biaya hanya satu bulan gaji untuk sektor
yang sama, sementara kita bisa sampai 14 bulan gaji? Ini luar biasa
eksploitatifnya bisnis ini.
Kemudian tadi, apakah Pemerintah harus ambil alih dengan situasi
justru dunia ini mengurangi peran negara. Justru celakanya di situ. Di
luar negeri, perlindungan terhadap tenaga migran juga diserahkan
kepada sektor swasta. Sementara kita juga menyerahkan kepada sektor
swasta. Di situlah terjadi pada akhirnya TKI tidak dilindungi oleh siapa
pun.
Bahkan ketika mereka sudah di rumah majikan, tidak ada siapasiapa
selain dirinya sendiri. Dan kita tidak memberikan kapasitas yang
baik juga. Bahkan ketika di saat kritis, mereka bisa melindungi dirinya
sendiri, itu pun juga tidak mereka dapatkan. Perlindungan minimal adalah
memberikan pendidikan yang baik. Menyiapkan mereka dengan baik
ketika negara tidak bisa lagi menjangkau mereka di negara tujuan.
Nah, itulah mengapa kami mengusulkan ada beberapa skema.
Kalau memang ada beberapa skema yang bisa diambil negara secara
bertahap, kalau tidak bisa seluruhnya, paling tidak sektor-sektor atau
bagian-bagian yang krusial itu yang harus diambil oleh negara. Misalnya
pemberian informasi. Mengapa diserahkan kepada PJTKI? Dan itu
dilakukan oleh calo.
Hasil kajian kami mengatakan lebih dari 60% TKI mendapatkan
informasi dari calo. Yang jelas bukan informasi yang benar.
Yang kedua adalah soal pendidikan. Itu harus diambil alih oleh
negara. Karena itu bagian perlindungan yang sangat krusial. Kalaupun
sektor swasta diberikan peluang, mereka hanya memberangkatkan. Jadi,
seluruh proses perekrutan itu diambil alih negara, sehingga tidak terjadi
lagi pemalsuan dokumen, perekrutan tidak sah, karena bagian-bagian
yang penting itu diambil alih oleh negara, sehingga PJTKI hanya berperan
bila mencari pasar dan memberangkatkan mereka. Tetapi untuk faktorfaktor
yang krusial, diambil alih oleh negara. Kalau negara memang
belum sanggup untuk mengambil alih seluruhnya, terutama untuk sektor
domestik.
Saya kira, perhatian pertama untuk sektor domestik. Ambil alih
oleh negara. Kalau tidak bisa semuanya, bagian-bagian yang penting
18
harus menjadi tanggung jawab negara. Jadi, saya kira, tidak ada alasan
bahwa sudah saatnya negara mengambil … melepas tanggung jawab.
Justru di era liberalisasi ekonomi, negara harus kembali mengambil
perannya karena siapa lagi yang melindungi mereka ketika di negara
tujuan, Pemerintah negara tujuan juga melepaskan tanggung jawab.
Kajian kami terhadap kebijakan di Singapura … di Singapura dan
Malaysia, misalnya. Itu jelas-jelas mereka melegalkan perbudakan. Itu
jelas-jelas mereka melegalkan perdagangan orang. Bagaimana mungkin
kita juga melepaskan mereka? Terhadap sektor swasta. Lalu, apa artinya
seluruh aturan-aturan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Tahun
1945 tentang Perlindungan Terhadap Warga Negara?
Saya kira, Pemerintah sudah tidak menjalankan kewajibannya
terkait dengan konstitusi. Dalam hal bisnis penempatan TKI. Kemudian
(…)
44. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Cukup?
45. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Ya, saya kira itu yang (…)
46. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Kan, sudah kuncinya sudah tidak menjalankan apa yang
diperintahkan oleh konstitusi, berarti kan, sudah selesai. Masih? Cukup?
47. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Ya. Saya kira, intinya itu. Jadi, harus dikembalikan lagi. Undangundang
ini sangat tidak memadai untuk perlindungan. Jadi, saya juga
melihat, tidak mengamandemen atau memperbaiki beberapa pasal saja.
Percuma. Itu tidak akan pernah memperbaiki keadaan. Undang-undang
ini seharusnya sudah lama dibatalkan karena substansi undang-undang
ini sebenarnya substansi keputusan menteri. Sehingga mengapa 60%
lebih dari undang-undang ini sangat teknis mengatur bisnis penempatan
TKI.
Ini … jadi tidak masuk akal. Kita hanya memperbaiki beberapa
pasal, sementara hal-hal yang sangat krusial kita biarkan. Jadi, sudah
saatnya sebenarnya undang-undang ini harus dibatalkan.
48. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Baik. Cukup, ya?
19
49. AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI
Cukup.
50. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Saudara Pemohon dan Pemerintah, apakah persidangan ini sudah
dianggap cukup? Sudah cukup, ya?
51. KUASA HUKUM PEMOHON: JANSES E. SIHALOHO
Pemohon cukup, Yang Mulia.
52. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Cukup, ya. Artinya … Pemerintah juga?
53. PEMERINTAH: BUDIMAN
Cukup.
54. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Cukup. Baiklah. Kalau demikian pemeriksaan dalam pengujian
undang-undang ini sudah dianggap cukup dan kepada Pihak Pemohon
maupun Pemerintah atau DPR diberi kesempatan untuk menyampaikan
kesimpulan.
55. KUASA HUKUM PEMOHON: JANSES E. SIHALOHO
Mohon maaf, Yang Mulia. Pemohon seharusnya masih
menyediakan beberapa saksi dan ahli, tapi karena saksi dan ahli yang
sedianya dihadirkan tidak bisa hadir, bila diizinkan dengan izin Yang Mulia
kami akan menyampaikan keterangan tertulis bersamaan dengan
kesimpulan, Yang Mulia bila diperkenankan.
56. KETUA: M. AKIL MOCHTAR
Boleh, ya. Jadi, silakan ahli Saudara membuat keterangan secara
tertulis, ya, termasuk juga ahli ini juga ada yang tertulis tadi, dan yang
lisan tentu direkam dalam Berita Acara sidang. Dan untuk memberi
kesempatan itu, maka paling lambat harus masuk bersamaan dengan
kesimpulan hari Selasa, tanggal 30 Juli 2013, jam 14.00 WIB. Jadi, paling
lambat atau selambat-lambatnya tanggal 30 Juli 2013, hari Selasa, jam
20
14.00 WIB, baik Pemohon maupun Pemerintah dan DPR. Dengan
demikian sidang dalam perkara ini saya nyatakan selesai dan sidang
ditutup.
Jakarta, 24 Juli 2013
Kepala Sub Bagian Risalah,
T.t.d
Rudy Heryanto
NIP. 19730601 200604 1 004
SIDANG DITUTUP PUKUL 11.56 WIB
KETUK PALU 3X
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah
Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
1.      Moderator tidak bertanggung jawab atas kebenaran isi dan/atau identitas asli pengirim berita.
2.      ATTACHMENT akan dibanned, krmkan ke pelaut-owner atau upload ke FILE.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment